TERNATE, KELILING GUNUNG

Hai Kawan,

Bermotor empat jam, satu gunung, satu pulau, terkelilingi. Tidak masalah kulit semakin menghitam dan pinggang semakin terasa pegal, karena banyak tempat indah di Pulau Ternate sudah tersambangi.

Hari masih gelap saat saya keluar dari penginapan di Tobelo untuk mencari kendaraan menuju Sofifi. Kesulitan berkomunikasi dengan penjaga penginapan semalam untuk memesan ‘oto’ membuat saya khawatir tidak mendapatkan tumpangan pagi ini. Beruntung disaat yang bersamaan sebuah mobil menuju Sofifi melintas. Ternyata mencari kendaraan tidak sesulit yang saya bayangkan. Dua buah ‘taksi’ tampak santai menunggu penumpang di perempatan pelabuhan Tobelo.

Perjalanan lebih cepat dibandingkan saat berangkat dua hari yang lalu. Subuh dan hujan membuat aspal mulus sepanjang jalan provinsi ini sepi dan ‘bersih’ dari sisa pesta terakhir tahun baru semalam. Menurut pak supir, biasanya jalanan dijadikan tempat tidur bagi yang terlalu larut dalam pesta. Kurang dari empat jam, saya sudah tiba di Pelabuhan Sofifi.

Yadi sudah menunggu di seberang pulau, pelabuhan A. Yani di Ternate. Setengah jam, kapal cepat melaju di selat yang memisahkan Pulau Ternate, Tidore, dan Halmahera. Cuaca pagi ini membuat ombak yang cukup kuat menghantam boat kecil yang saya tumpangi.

Setelah menitipkan tas di rumah Yadi, tujuan pertama pagi ini adalah Benteng Tolukko. Pagarnya masih tertutup saat kami tiba. Sang penjaga mempersilahkan kami masuk untuk berkunjung. Senang rasanya melihat benteng yang dibangun oleh Portugis pada tahun 1540 dan kemudian diambil alih Belanda di tahun 1610 ini masih terawat. Dua bastion tampak gagah sebagai simbol benteng yang dikenal juga sebagai Benteng Hollandia ini. Benteng Tolukko terletak di sebuah bukit di Timur kota Ternate. Dari benteng ini tampak jelas selat yang memisahkan Pulau Ternate, Tidore, dan Halmahera. Itulah guna awal benteng ini, untuk mengawasi perairan diantara ketiga pulau.

2 ternate01

Cukup berkunjung ke Benteng Tolukko, kami melanjutkan perjalanan. Menyusuri jalan sepanjang runway Bandara Sultan Babullah menuju Batu Angus. Batu Angus, yang berjarak kurang lebih 10 km dari Kota Ternate, merupakan sisa dari lahar Gunung Gamalama yang meletus pada abad ke 17. Dinamakan Batu Angus karena warnanya yang hitam seperti hangus terbakar. Bebatuan membentang dari kaki gunung sampai ke tepian laut. Di lokasi ini kita dapat menyaksikan puncak Gunung Gamalama, Pulau Halmahera dan Pulau Hiri, juga lautan yang biru terbentang, sangat kontras dengan hitamnya batu-batu besar. Jalur untuk pejalan kaki dan kendaraan roda dua membelah kawasan untuk memudahkan pengunjung untuk berkeliling Batu Angus.

2 ternate02

Puas terbakar matahari di Batu Angus, Pantai Sulamadaha jadi tujuan berikutnya. Pantai berpasir hitam halus dengan latar belakang Pulau Hiri ini pastinya jadi salah satu tempat wisata favorit pilihan warga Ternate. Tampak dari pedagang makanan dan minuman banyak tersebar di sekitar pantai. Saya dan Yadi kembali bermotor melalui jalan setapak di antara tebing-tebing Pantai Sulamadaha. 10 menit berjalan di bibir laut yang berbatasan dengan bukit yang menghijau, kami sampai di Teluk Saomadaha.

2 ternate03

Walaupun berjarak tidak jauh dari Pantai Sulamadaha, Teluk Saomadaha sangat berbeda. Pasir putih dan beningnya air laut sangat kontras dengan bukit hijau dan langit biru yang mengelilinginya. Sayang saya tidak membawa perlengkapan snorkeling. Kabarnya keindahan bawah laut teluk ini wajib untuk dinikmati. Cuaca yang kurang mendukung juga membuat perairan teluk menjadi sedikit berombak. Saat laut tenang, di teluk yang biasa disebut sebagai pantai aqua karena kebeningan airnya ini membuat efek perahu seakan melayang. Di teluk ini juga menjadi tempat penyeberangan menuju Pulau Hiri.

2 ternate04

Setelah Pantai Sulamadaha, perjalanan dilanjutkan ke Danau Tolire yang berjarak 3 km. Danau ini terdiri dari dua bagian, yaitu Danau Tolire Kecil dan Danau Tolire Besar. Legenda masyarakat menyertai keberadaan kedua danau ini. Mulai dari asal usul danau yang dihikayatkan merupakan sebuah desa yang dikutuk, sampai buaya siluman yang menjaganya. Bentuk danau yang berada di kaki Gunung Gamalama ini unik seperti cekungan besar dengan ketinggian 50 meter dan dikelilingi hutan. Saat saya berkunjung, warna airnya hijau terang, berbeda dengan foto-foto yang saya lihat sebelumnya. Kabarnya jika ada suatu kejadian besar air danau berubah menjadi coklat.

Satu lagi keunikan yang dipercaya adalah jika melempar batu ke arah danau, batu yang dilempar pasti tidak akan mengenai air, walaupun dilempar sekuat tenaga. Batu akan jatuh di tepian hutan yang mengelilinginya. Di panas terik siang itu saya juga mencobanya, dan gagal. Logisnya, hukum gravitasi pasti yang bekerja. Melempar batu ini jadi salah satu daya tarik yang sering dicoba oleh pengunjung yang datang. Pedagang setempat kemudian menjual batu kerikil dalam kantong plastik kecil seharga Rp1,000 untuk lima buah batu. Sayangnya kemudian kantong plastik bekas kerikil ini menjadi sampah yang bertebaran di tepian atas mulut danau.

2 ternate05

Matahari berada di atas kepala dan mendung pagi tadi sudah menghilang. Keringat sudah mulai membasahi baju saat saya dan Yadi meninggalkan Danau Tolire. Kami melanjutkan perjalanan round gunung Ternate. Di sebuah tikungan jalan yang langsung berbatasan dengan laut kami beristirahat. Menikmati angin segar di pantai berbatu yang langsung berbatasan dengan Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik. Kicauan burung-burung liar dan deburan ombak menemani kami siang itu.

Pemberhentian berikutnya adalah sebuah tebing tinggi tepi laut mendekati Kota Ternate. Pulau Tidore dan Pulau Maitara menjadi latar belakang pemandangan indah ini. Kedua pulau ini pastinya mengingatkan pada selembar uang seribu rupiah.

2 ternate06

Sebelum makan siang yang kesorean kami singgah di Benteng Kalamata yang berasal dari nama seorang Pangeran Ternate, Kaicil Kalamata. Benteng yang dibangun oleh Portugis pada tahun 1540 ini punya sejarah panjang berpindah tangan. Dimulai dari Portugis, Spanyol, kemudian Belanda, lalu Spanyol kembali, Sultan Tidore, Inggris, dan terakhir kembali diduduki oleh Belanda pada tahun 1843. Bentuk Benteng Kalamata, yang disebut juga Benteng Santa Lucia atau Benteng Kayu Merah, ini adalah poligon dengan empat bastion yang meruncing. Salah satu sudut runcingnya menghadap ke Pulau Tidore.

2 ternate07

Akhirnya perjalanan round gunung saya diakhiri kembali di Kota Ternate. Makan siang di sebuah warung pinggir jalan langganan Yadi menjadi penutup perjalanan. Perut kelaparan, kulit panas dan pinggang pegal ditebus dengan makan dan duduk santai sejenak sore itu. Masih beberapa tempat yang tidak sempat saya sambangi. Mungkin suatu hari nanti saya harus kembali untuk menuntaskan kunjungan di Ternate.

Ikuti penjelajahan saya berikutnya, 9 hari baronda di Maluku Utara dan Maluku. Klik JELAJAH untuk menerima notifikasinya lewat email.

@kawanjelajah

#ayojelajahindonesia

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini:
close-alt close collapse comment ellipsis expand gallery heart lock menu next pinned previous reply search share star