Waspada “Culek-Culek” di Halmahera

Hai Kawan,

Antara terpesona dengan keindahan Tobelo dan waspada culek-culek. Pengalaman seru di Timur Indonesia.

Setelah empat jam di udara, setengah jam di laut, dan empat jam di darat (sudah cocok jadi iklan obat anti mabuk perjalanan) akhirnya saya sampai di Tobelo, Halmahera Utara, kota yang sebulan lalu bahkan saya tidak tahu ada dimana.

“Sendirian mas? Tidak takut diculik?”

itu pertanyaan pertama dari penjaga penginapan Esterlina saat saya mendaftarkan diri untuk menginap malam ini. Saya cuma tersenyum dan menjawab, “sudah biasa jalan sendirian mbak, siapa juga yang mau menculik?” Dia masih melihat dengan aneh, rupanya jarang sekali orang datang ke Tobelo seorang diri, apalagi yang berasal dari jarak jauh seperti Jakarta.

Dan tebakan pertamanya adalah, “wartawan ya, mas?” Kembali saya cuma tersenyum.

Sore sampai malam saya jalani dengan berkeliling kota Tobelo tanpa terpikir sama sekali pertanyaan mbak penjaga penginapan. Becak motor jadi pilihan. Menikmati matahari terbenam sekalian mencari perahu untuk berkeliling pulau esok hari.

Pagi ini berperahu dan kemudian mendamparkan diri bersama Pak Seba, sang operator perahu, di perairan Pulau Tagalaya. Obrolan panjang mulai pesta tahun baru yang tiada akhir, Raronggeng, Cakalele, dan tempat wajib kunjung di Tobelo. Air panas Mamuya, Pantai Luari, Pantai Kupa-Kupa, dan Telaga Biru.

“Bapak mertua saya punya rumah dekat Telaga Biru. Sekarang abang ipar saya yang menjaganya. Kakinya cacat, tertekuk dan menyatu. Waktu kecil jatuh di perapian saat lepas dari culek-culek.”

“Culek-culek?”

“Iya Mas. Penculik!”

Pak Seba bercerita tentang penculikan abang iparnya. Penculikan yang sering terjadi dan dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang. Korbannya bukan hanya anak-anak tetapi juga orang dewasa. Korban penculikan ini kemudian diambil organ tubuhnya. Harga organ tubuh yang tinggi di pasar gelap menggoda segelintir orang untuk menjadi pembunuh.

“Tapi itu dulu kan Pak. Sekarang tidak ada lagi?” saya memastikan.

“Terakhir kejadian delapan bulan yang lalu Mas. Untungnya sekarang jalan ke arah Sofifi cuma satu, jadi kalau ada kejadian pasti cepat tertangkap. Korbannya anak usia 12 tahun. Penculiknya sudah tinggal di rumah keluarga itu dua minggu, jadi tidak ada yang curiga,” lanjut Pak Seba. “Bahkan mereka juga suka menculik di tengah laut. Kalau mereka mendekat, selesai sudah.”

Pandangan saya langsung menyapu 360 derajat ke arah Pulau Tagalaya dan laut. Kosong.

“Kita kembali ke Tobelo Pak.”

Kamu tahu saya sudah sering menjelajah sendirian. Sudah cukup sering berada di waktu dan tempat yang salah. Tetapi yang ini cukup membuat kaget. Kondisi di Timur Indonesia ini memang belum bisa dibilang seratus persen aman. Tapi bukan berarti juga di kota-kota besar Indonesia pun aman. Jadi, menjelajah kemana pun, bahkan di negeri sendiri, harus selalu ingat pesan Bang Napi. Waspadalah!

@kawanjelajah

#ayojelajahindonesia

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini:
close-alt close collapse comment ellipsis expand gallery heart lock menu next pinned previous reply search share star