Hai Kawan,
Perjalanan panjang yang terbayar dengan air terjun dan pantai yang indah, serta pelajaran mengenai arti perjuangan dan pengorbanan dari seekor Penyu di Ujung Genteng. Melelahkan tetapi sangat berkesan.
Saya sudah berada di bis ini delapan jam. Kemacetan dan jalan yang berliku di jalur Ciawi – Pelabuhan Ratu akhirnya berakhir. Ketika matahari terbit, bis berhenti di pinggiran sungai. Perjalanan dilanjutkan dengan perahu dan kemudian berjalan kaki. Masing-masing hanya lima menit. Kerimbunan pohon perlahan menampakkan keindahan tiga buah curug. Curug Cikaso, tujuan pertama penjelajahan ini. Udara pagi dan hembusan angin yang dingin tidak menyurutkan niat saya untuk turun merasakan segarnya air. Berendam dan berenang di kolam hijau yang terbentuk sambil menggigil kedinginan.
Setelah sarapan dan berganti pakaian, bis kembali berjalan selama setengah jam. Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Harus waspada saat melangkah karena alang-alang dan putri malu yang tumbuh diantara pematang sawah. Sungai yang membentuk Curug Cigangsa, tujuan kedua, memang tidak banyak airnya, coklat dan berbuih. Batu-batu besar yang seperti sengaja terpotong rapi persegi menjadi dasar sungai ini. Saya tiba dipuncak Curug Cigangsa dengan pemandangan jauh ke lembah yang dipenuhi pepohonan. Turun ke dasar curug tidak mudah karena harus melalui pematang sawah yang licin dan terjal.
Perjalanan dilanjutkan menuju penginapan. Setelah makan siang, saya tergoda untuk mengunjungi pantai yang terletak di depan penginapan. Pantai ini didominasi oleh pecahan karang putih, ombaknya tenang, airnya bening, menghampar jauh kontras dengan langit biru yang cerah siang ini.
Panggilan berbunyi, tanda perjalanan akan dilanjutkan. Tujuan sore ini adalah Pantai Cipanarikan, The Hidden Beach. Karena fisik jalan yang masih sangat terbatas, perjalanan dilanjutkan dengan motor. Perjalanan ini menjadi pengalaman dan petualangan seru karena harus menyusuri jalan tanah sempit yang berlubang dan becek, di antara pasir pantai, muara sungai, padang rumput, dan hutan. Yang juga harus dilalui adalah jembatan dari dua batang kayu kelapa untuk menyeberangi sungai kecil dan gerombolan sapi yang sedang merumput. Sabetan alang-alang di kaki saat motor melaju jadi tambahan.
Untuk menuju Pantai Cipanarikan, kembali harus berjalan kaki menyusuri tepian sungai dan jalan setapak berbukit. Wajar pantai ini mendapat julukan The Hidden Beach, pantai landai berpasir coklat ini terlindungi hutan disekitarnya. Muara dan sebuah danau berair payau jernih, menyuguhkan pemandangan matahari terbenam yang indah.
Hal yang paling saya nantikan dalam perjalanan ini adalah melihat Penyu bertelur. Tidak setiap waktu ada Penyu yang naik untuk bertelur, jadi saya harus menunggu kabar dari petugas yang memantau aktivitas penyu di pantai. Beruntung malam ini ada Penyu yang naik. Pukul sepuluh kembali menyusuri jalur sore tadi, kali ini dalam kegelapan malam.
Saat tiba di lokasi, telur sudah keluar sebagian. Ketika Penyu naik memang tidak bisa diamati, karena Penyu sangat sensitif, apalagi terhadap cahaya. Penyu bisa kembali ke laut jika merasa tidak aman. Menyaksikan proses Penyu bertelur seperti menyaksikan sebuah perjuangan panjang. Membawa badan besarnya naik ke atas pantai, menggali pasir dengan siripnya, bertelur, menutup lubang pasir, dan kembali menyeret tubuhnya ke laut. Total waktu yang dibutuhkan adalah dua jam. Tarikan nafas kelelahan saat berhenti sejenak untuk beristirahat jelas terdengar. Sebuah episode penutup hari, perjuangan dan pengorbanan berat ibu untuk anak-anaknya.
Pukul delapan pagi, setelah sarapan, perjalanan berlanjut. Setelah melihat kesibukan di pasar ikan, pejalanan dilanjutkan melalui hutan menuju Pantai Aquarium. Hamparan pasir putih dengan air yang jernih dan pantai yang landai sampai jauh ketengah laut. Tidak terlihat ikan laut yang berwarna-warni. Hanya sedikit ikan transparan yang tidak berwarna serta koral dan rumput laut yang baru mulai tumbuh. Diujung Pantai Aquarium bertemu dengan pelabuhan nelayan. Kesibukan pagi dan sampah bawaan manusia bertebaran dimana-mana.
Makan siang dan kemudian bis menyusuri jalan kembali ke Jakarta. Sebuah perjalan panjang yang terbayar. Satu kunjungan wajib yang harus kamu lakukan untuk melihat keindahan alam di Ujung Genteng serta belajar arti perjuangan dan pengorbanan dari seekor Penyu.
#ayojelajahindonesia